top of page

"Lulusan Ilmu Sosiologi, Pentingnya Soft Skill dan Hard Skill dalam Menunjang Karir"



Fitri Soulina,

Academy Manager di Evermos ||

“Saya ga bilang soft skill di organisasi itu ga penting, cuman hard skill juga penting, contohnya menganalisa data. ”

Perjalanan Kak Soulina

Santana: Halo, Terima kasih telah menyediakan waktu untuk berbagi dan bercerita dengan Alum.nie ID! Silakan perkenalkan diri dulu ya! Bisa sebutkan nama, kuliah dimana, lalu sekarang kerja di mana?

Soulina: Nama saya Soulina, kalau orang-orang biasanya memanggil saya Soul aja, terus kalau sekarang saya sedang menggeluti dunia bisnis nih sebenernya. Jadi, mungkin berbeda dengan jalan karir saya yang sebelumnya di corporate maupun start-up. Dulu, saya kuliah di jurusan Ilmu Sosiologi, di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di UNPAD (Universitas Padjadjaran) angkatan 2012. saya juga sempat ambil S2 di Sosiologi UI (Universitas Indonesia), tapi kalau S2 ini lebih mempelajari ilmu terapan sosiologi atau di UI disebutnya Kebijakan Pembangunan Sosial.

Cerita Saat Kuliah


Mengapa memilih Ilmu Studi Sosiologi? 

Soulina: Jadi, dulu saya tertarik dengan Sosiologi semenjak di bangku SMA dan ketika itu pun saya mengambil kelas Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Kenapa tertarik? Awalnya saya berpikir, di sosiologi ini terdapat beragam istilah yang eye-opening untuk saya. Lalu, saya juga tertarik dengan cerita dan sejarah akan terbentuknya sosiologi. Dari kehidupan sosial kalau kita lihat ada banyak sisi yang bisa diperoleh, setiap orang punya penafsiran akan kehidupan sosial yang berbeda, dari kacamata yang berbeda. Dan saat itu saya tersadar saya cuma bisa melihat lebih detail dari kacamata atau sudut pandang Ilmu Sosiologi.

Santana: Wah, hebat juga ya dari sejak di SMA sudah berpikir segitu dalamnya perihal arti ‘sosial’. Lalu, kan kuliah saat itu di Sosiologi UNPAD, dari awal memang memilih UNPADatau ada opsi lain?Soulina: Jadi, ketika saya ikut ujian seleksi Universitas, pilihan saya adalah Seni Musik UPI dan Sosiologi UPI (Universitas Pendidikan Indonesia). Namun, saat itu saya belum keterima. Tapi karena dorongan ingin masuk ke Ilmu Studi Sosiologi dan ketika dicari ternyata Sosiologi itu tidak ada di kampus-kampus swasta, akhirnya saya mengambil keputusan untuk menjalani gap year satu tahun. Akhirnya saya memilih kembali jurusan Sosiologi UNPAD dan Sosiologi UPI, yang akhirnya alhamdulillah diterima di Sosiologi Unpad.

Santana: Menarik ya! Tadi Soulina sempat cerita tentang ketertarikan dengan seni musik. Bisa diceritakan lebih lanjut?

Soulina: Iya, sejak awal saya ingin kuliah yang bukan ilmu eksak. Dan Seni Musik ini saya pikir menjadi suatu ilmu yang bukan eksak, namun untuk mempelajarinya kita tetap harus ‘berpikir’. Artinya, ketika membuat musik akan tetap membutuhkan hitungan, jadi saya tetap bisa lebih jauh mengulik potensi di diri saya. Seperti tebak nada, itu kan mengasah kepekaan kita, tangan dan jari juga bergerak ketika bermusik. Jadi saya berharap dengan saya bermusik itu mengurangi level kepikunan saya hahaha. Di sisi lain karena saya suka musik juga sih

Santana: Tapi, meski masuk Sosiologi, tetap melaksanakan kegiatan bermusik juga di saat kuliah?

Soulina: Iya, jadi antara kuliah dan kegiatan musiknya balance.

Aktivitas apa saja yang Berguna sebagai Pengalaman dan Membantu Soul di Dunia Kerja saat Ini?

Soulina: Iya, yang pertama pastinya kuliahnya itu sendiri. Kedua, ikutan BEM FISIP UNPAD di bidang seni dan budaya. Ketiga, di tahun kedua saya kuliah saya ikutan juga Himpunan Mahasiswa Ilmu Studi Sosiologi bagian hubungan eksternal (ini bareng juga lanjut di BEM tapi saya ambil divisi pengabdian masyarakat) dan di akhir tahun ke-3 dan tahun terakhir saya balik lagi ke BEM FISIP tapi jadi kepala Departemen seni dan budaya terakhir itu. 

Santana: Okay, Soulina ini banyak banget andilnya dan aktif ya kegiatan di kampus, pasti banyak banget cerita-cerita nih dari tahun pertama sampai tahun terakhir yah. Saya mau nanya nih, dari kegiatan yang sebanyak itu ada ga sih episode yang sangat menarik dan berkesan ? 


Kak soulina saat mengikutin kegiatan seni dari kampus

Soulina:  Yang paling menarik sebenarnya yang terakhir. Ketika jadi kepala departemen  Seni Budaya. Kenapa? Karena Seni Budaya kayak gini, kalau di UNPAD itu kegiatan seni budaya biasanya antar fakultas ada kerja sama. Misal, Fakultas Ilmu Budaya biasanya kerja samanya sama fakultas pertanian. Nah, waktu itu FISIP belum punya relasi dan kerjasama dengan fakultas lain. Jadi saya butuh usaha lebih agar si kegiatan seni budaya FISIP ini punya kerjasama dengan fakultas yang lain. Nah ini tuh di uji banget lah Power of Communication-nya. Pada akhirnya sih fakultas lain mau bantuin menarik masa kalau saya bikin acara gitu. Nah, selain berkomunikasi dengan fakultas lain, karena saya kepala departemen tersebut, saya juga kerjanya berkomunikasi juga dengan pihak dosen, pihak fakultas hingga dekan,  perihal perizinan administrasi dan lainnya untuk menyelenggarakan acara seni-budaya ini. 


“Kegiatan di Organisasi menjadi ruang untuk menumbuhkan skill komunikasi, negosiasi dan pemasaran”


Soulina: Yang paling berkesan adalah ketika tahun terakhir saya dan teman-teman departemen seni-budaya menyelenggarakan sebuah acara musik dan budaya yang membutuhkan dana yang cukup besar. Jadi, selain komunikasi dan negosiasi perihal kerjasama, perizinan, saya juga melaksanakan komunikasi dengan pihak-pihak eksternal, yang dimana saat itu saya berkesempatan untuk berdiskusi dan mengajukan perihal sponsorship acara ke Kementerian Pariwisata. 


Santana: Wah, jadi berawal dari komunikasi antar mahasiswa, manajemen kampus hingga pihak eksternal bisa menjadi pengalaman ketika melaksanakan kegiatan tersebut ya. Pada saat itu, berapa banyak dana yang dibutuhkan? 


Soulina: Pada saat itu sekitar 90-100 juta yang harus disiapkan secara cash. Sedangkan, untuk kegiatan event keseluruhan kita membutuhkan dana total sekitar 200 juta. Jadi, 100 juta nya kami mengusahakan melalui sponsor utama. Lalu, 100 juta lainnya kita mengerjakannya sendiri. Nah, nyari sendirinya itu saya hubungi alumni, hubungi juga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Pariwisata. 


Soulina: Akhirnya saya datang ke Kementerian Pariwisata. Dan yang menariknya waktu itu saya merasa skill negosiasi itu sangat penting. Karena waktu datang ke Kementerian itu, saya tidak bawa proposal kegiatan acara jadi saya langsung ngomong dan negosiasi juga agar minta bantuan sponsor ke orang-orang Kementerian. Saat itu  saya bertemu langsung dengan Sekjennya dan kebetulan juga saat negosiasi itu ada beberapa alumni UNPAD juga. Dan pada akhirnya orang-orang di kementerian ini jadi nya mau patungan buat support acara kita. Akhirnya tercapai dari target itu sekitar 80-90 juta


[Catetan : Fisip folk fest minta fotonya]


Santana: Waw, hebat ya bisa mencapai target dana, dan saya kira dana dengan jumlah segitu sangat besar ya apalagi ketika level kita di mahasiswa. Berarti, apa yang dilakukan Soulina ini, menurut saya sih sangat berhubungan dengan dunia kerja. Pertama dari skill komunikasi, kedua negosiasi internal dan eksternal dan yang terakhir mengumpulkan dana untuk sponsorship ke kementerian dengan tidak bawa proposal, itu kan salah satu skill sales. Dan kebetulan juga ada alumni ya itu juga jadi pentingnya networking yah.


“Soft skill itu penting, tapi jangan lupa dengan hard skill, apa lagi dalam menganalisa sebuah data.”


Santana: Nah dari beberapa cerita tadi, menurut Soulina kegiatan apa yang terpakai dan berhubungan di dunia kerja ?


Soulina: Organisasi, kuliahnya, sama nge-band. Itu juga bisa membuat kepercayaan diri, kecepatan mengambil keputusan dan seperti yang di sebutkan di atas negosiasi, komunikasi dan itu yang sangat terpakai di dunia kerja, karena waktu saya kerja di perusahaan startup itu saya kerja utama nya “ngomong” dan nulis juga sama bikin model. Saya rasa semua itu butuh kepercayaan diri, kalau enggak nanti kita jadi setengah-setengah dalam membuat sesuatu. Dan, berpikir strategis itu wajib. Saya rasa itu yang bikin saya naik level terus.


Oh iya satu lagi nih, saya cukup nyesel juga, karena kegiatan di kuliah itu banyak di organisasi dan kegiatan lain, saya pikir hard skill saya sangat kurang, itu alasan kenapa saya ambil studi lanjut ke S2. Karena gini, sosiologi itu ilmunya ga terapan banget. Sementara kalau kita kerja itu pasti yang kepake kan ilmu applicable-nya yah. Ilmu sosiologi itu memang bukan terapan, tapi ada mata kuliah statistika sosial waktu di S1. Nah, di pelajaran itu, saya skip terus hahaha.  Tapi ternyata di dunia kerja itu ilmu tersebut kepake banget dan skill pemakaian microsoft excel saya juga kurang banget. Saya ga bilang soft skill di organisasi itu ga penting, cuman hard skill juga penting, contohnya seperti menganalisa data. Ternyata di dunia kerja, hal yang buat saya agak lama naik ke step berikutnya adalah karena saya tidak bisa menganalisa data. Kalau  bikin modelnya, saya bisa. Tapi ketika diimplementasikan, saya agak susah untuk analisa hasilnya. 


Santana: Tapi memang benar, sih. Apalagi zaman sekarang bekerja dengan data driven itu penting ya, jadi kalau mau bikin sesuatu harus disertakan dengan data agar lebih valid gitu kan. Okay terimakasih Soulina! Kita lanjut ke cerita awal karir soulina ya. 


Cerita Awal Karir

Soulina: Setelah lulus, saya membuat LinkedIn. Lalu saya juga aktif di Jobstreet, namun ternyata jalan pekerjaan saya tidak datang dari sana sama sekali. Perjalanan awalnya saya justru mendapatkan pekerjaan dari jejaring teman lama saya, di salah satu NGO di Bandung namanya Peace Generation. Mereka partner dengan YouTube Indonesia.


Setelah NGO tersebut, perjalanan pekerjaan saya berlanjut ketika saya ingin menjadi jurnalis. Saat itu saya apply ke salah satu stasiun TV, namanya I-News dan beberapa media lain. Namun karena jalannya buntu, saya mulai berpikir untuk kembali ke habitat awal, yaitu NGO. NGO kedua ini juga mengandalkan the power of networking. Ketika saya kerja di NGO ini, saya sambil mengambil S2 jadi saya tidak ambil secara full time. Di NGO yang bernama Plan Internasional yang berada di setiabudi Jakarta, selama 6 bulan saya menangani proyek tentang penanganan kekerasan anak atau kekerasan dalam pekerjaan.


Setelah proyek selesai, saya mendapat tawaran dari BAPPENAS. Disitu saya berperan sebagai Data Consultant dimana di kesehariannya saya menganalisis data lima tahun sebelumnya dan membandingkan dengan apa yang terjadi setelah lima tahun dari rencana pembangunan itu. Di sana saya cukup kewalahan ketika membuat data dan analisanya, dikarenakan saya sadar bahwa saya belum mendapatkan hard skill yang dibutuhkan di posisi tersebut. Karena saya ambil bimbingan tesis sambil kerja di bappenas. Kontrak di Bappenas berakhir beberapa bulan sebelum aku sidang akhir saya memutuskan untuk berhenti dari BAPPENAS ini, karena sejujurnya lumayan melelahkan ya untuk bekerja sambil kuliah.


Ada cerita menarik dibalik pekerjaan di BAPPENAS. Salah satu alasan kenapa saya bisa masuk BAPPENAS saat itu karena adanya networking antar mahasiswa Universitas Indonesia. Jadi, ternyata di Indonesia masih kuat dan erat kaitannya antara bekerja di lingkungan yang mayoritasnya masih berasal dari satu almamater. Karena ada kesamaan dan akan lebih mudah untuk kerja dan koordinasi di dalam satu culture. Di sisi lain, ada pertanyaan juga yang muncul di benak saya:


“Apakah ini sebuah tanda jika di lingkungan kerja di Indonesia saat ini, masih sangat mengandalkan persamaan background atau culture? Sehingga kita sebagai pekerja justru belum terlalu terbuka dengan arti perbedaan? Maksudnya, karena masih banyaknya ikatan antar almamater hal itu otomatis membuat proses rekrutmen sangat mengandalkan ikatan alumninya. "


 

Cerita Tentang Karir di Evermos


Soulina: Setelah lulus S2 saya masuk ke perusahaan start-up yang bernama Evermos. Pintu di Evermos ini juga terbuka karena networking juga dengan teman saat kuliah.

Santana: Tapi melalui networking tersebut, tetap melalui proses rekrutmen pada umumnya? Seperti tahapan interview dan lainnya?

Soulina: Iya betul, namun memang ada beberapa proses yang dipangkas. Jadi saya melewati tes kepribadian, kepemimpinan, dan terakhir interview user. Bagian yang cukup terpangkas adalah dari tes dan interview user, karena saya sudah mendapatkan rekomendasi dari teman saya.

Santana: Dalam kata lain, masuk melalui jalur Referral recruitment* ya. Saat pertama kali di Evermos, Soulina memulai pekerjaan dan posisi apa?

Soulina: Jadi, pada awalnya saya masuk ke Evermos di bagian reseller experience, fokus untuk membuat journey berbisnis para Reseller di Evermos supaya lebih baik. Tugas saya adalah membantu menyusun strategi bisnis untuk para reseller. Contohnya, ketika ada user yang ingin berjualan dengan pendapatan di angka 100 juta dalam sebulan, saya bantu mereka untuk dapat mencapai target mereka dengan cara membuat strategi bisnisnya. Menurut saya, skill yang paling penting pada saat itu adalah kemampuan untuk berbicara dan membuat apa yang kita bicarakan dapat dimengerti oleh banyak orang. Jadi, bicaranya simple, tidak ribet, dengan tujuan agar semua orang, termasuk client dapat memahaminya dengan mudah. Berbeda dengan dulu, ketika saya hanya memikirkan diri sendiri saja ketika saya berbicara.


 

Pengembangan Karir Saat Ini


Santana: Soulina di Evermos sudah hampir 3 tahun, apakah terfikir untuk dapat meningkatkan level dan posisi?


Soulina: Tentu, setelah lulus probation sekitar 3 bulan, saya naik level dan dipercaya menjadi team lead. Saat itu, team saya beranggotakan 7 orang. Selama menjadi team lead saya bertanggung jawab tidak hanya untuk pekerjaan sendiri namun juga untuk mendelegasikan tugas dan pekerjaan ke anggota tim yang lain. Lalu, perlu mempetimbangkan juga untuk mencari orang yang cocok dengan pekerjaan yang berbagai macam supaya lebih efektif. Dari sana juga saya belajar bagaimana mendelegasikan tugas, membangun sebuah team work dan lainya. Selain itu, karena di start-up dan jumlah pegawai belum terlalu banyak, jadi ada banyak kesempatan untuk dapat berkomunikasi langsung dengan C-level (jajaran direktur). Sebagai team leader juga penting untuk menjadi perantara antara anggota team dengan para manager. Lalu, yang tidak kalah penting adalah kemampuan komunikasi dengan bahasa inggris, karena di tingkat managerial kita, bahasa inggris menjadi bahasa yang sering digunakan ketika meeting. Kita harus mampu mencerna dan berkontribusi dalam meeting tersebut dalam bahasa inggris. Kita harus paham dari segi english for business.


Soulina: Setelah sekitar 8 bulan saya memegang role sebagai Team Leader, saya dipercaya menjadi Assistant Manager sebelum akhirnya naik level menjadi Manager. Kerjaannya pun berbeda, dimana saya tidak lagi mengurus pekerjaan dan tanggung jawab internal, namun juga merambah ke lingkup dan tanggung jawab kepada pihak eksternal – di mana saya memastikan bagaimana agar komunitas user Evermos ini bisa berkolaborasi dengan kementerian-kementerian atau lembaga lainnya. 


Santana: Setelah jadi manager justru peran dan tanggung jawabnya mengurus secara langsung lagi ya, dan bekerja sama dengan kementerian itu kayanya pengalaman nya mirip-mirip ya kaya waktu di masa kuliah yang negosiasi dengan kementerian saat bikin acara. Untuk kali ini detail nya seperti apa itu bekerja sama dengan kementerian?


Soulina: Salah satu contohnya ketika bekerja sama dengan Kementerian Koperasi (Kemenkop). Pada saat itu, Kementerian tersebut menjalankan program Kampus Merdeka dan program tersebut memiliki tujuan untuk dapat mengembangkan dan menyalurkan minat para mahasiswa yang salah satunya adalah membuat usaha/bisnis sejak dini. Pada akhirnya Kemenkop mengajak Evermos untuk menjadi salah satu perusahaan yang dapat menampung mahasiswa-mahasiswa terpilih tersebut, yang dimana secara tidak langsung kita turut berkontribusi untuk pengembangan minat dan bakat pada mahasiswa dari kampus-kampus di Indonesia. Salah satu metodenya adalah dengan cara mengisi sesi perkuliahan dengan mengajar. Saat itu, saya juga merasa skill untuk berbicara di depan umum (public speaking) sangat diuji.


Santana: Selain menjalankan pengembangan diri mahasiswa seperti mengajar di kampus, apa lagi pekerjaan sebagai manager di Evermos? 


Soulina: Selain yang tadi saya sudah sebutkan, saya juga menghimpun dan menganalisis data yang dibantu oleh business analyst di tim untuk menyusun forecast rencana bisnis ke depan. Bersyukurnya di tim aku punya orang-orang yang reliable untuk diminta mengolah data yang sangat banyak dalam waktu yang cepat. Mereka ini orang-orang yang udah pernah mau resign, tapi di-retain oleh kantor. Dan forecast ini erat hubungannya dengan data yang saya olah. Jadi, singkatnya setelah kita membuat platform edukasi sendiri, saya bisa memantau berapa banyak user-nya, berapa yang klik, sampai berapa lama mereka nonton video. Lalu, lebih jauh lagi, saya memperhatikan bagaimana hasil dan dampak buat bisnisnya. 

Dan yang terakhir, yang menurut saya cukup culture-shock ketika bekerja, dikarenakan budayanya yang sangat dinamis, saat itu kita hanya memiliki waktu 1 bulan untuk implementasi dan sudah harus terlihat hasilnya. Kalau ternyata setelah 1 bulan tidak ada perkembangan, langkah selanjutnya dihentikan. Karena ketika kita tidak menghentikan project tersebut, cost yang akan terpakai akan semakin banyak. Jadi, kita harus fleksibel. Ada masa perencanaan, eksekusi, lalu disambung dengan evaluasi.


Santana: Jadi, kesimpulannya berkarir di Evermos ini Soulina bisa mendapatkan pengalaman baru serta memanfaatkan skill yang sudah didapatkan ketika dibangku kuliah seperti skill dalam berkomunikasi, negosiasi bahkan hard skill seperti menganalisa data. Terima kasih Soulina atas waktunya!  

 

Tips Karir!





Santana: Pertanyaan terakhir, apakah ada tips dan trik untuk teman-teman yang sedang mencari kerja? 


Soulina: Pertama, untuk memperluas networking adalah hal yang penting. Kita harus memupuk inisiatif untuk bertemu dengan orang-orang baru, karena dari sanalah kita dapat menemukan banyak peluang pekerjaan yang bisa kita dapatkan. Selain itu, mengasah satu keterampilan yang kita kuasai dengan baik juga sangat penting. Bisa jadi itu soft skill seperti kemampuan berkomunikasi atau hard skill seperti analisa data. Intinya, kuasai satu keterampilan yang bisa menjadi keahlian utama kita. Lalu, perluas jaringan hubungan dan keterampilan komunikasi, karena dari situ kita bisa dapat banyak kesempatan baru dalam dunia kerja.

 

Catatan Alumnie-id:  *dilansir dari Website Glints, Employee Referral Program adalah bentuk program yang memudahkan hiring manager untuk mendapat kandidat potensial di mana pemberi kerja atau perusahaan meminta rekomendasi kandidat dari karyawannya sendiri. Program mengizinkan karyawan internal untuk merekomendasikan kandidat potensial di beberapa posisi tertentu.




Alum.nie ID Ditulis oleh: Santana Ilhamnur Fadli

Editor: Monika Zahra

Assistant Editor: Mahran Ghalib Affandi

Transkrip wawancara: transkrip.id



5 tampilan0 komentar
bottom of page