top of page

"Antara Hukum dan Teknologi: Perjalanan Karier Aldila Irsyad sebagai Privacy Officer dan Cyber Security Lead"

Diperbarui: 31 Mar



Aldila Irsyad,

Privacy Officer and Cyber Security Lead di Sircle Collection ||

“Dua hal; konsisten (tekun) dan selalu penasaran (open-minded). Bisa saja pekerjaan yang ditakdirkan untukmu itu belum ada saat ini.”

Perjalanan Kak Aldila

Bella: Hi, kak Aldila! Terima kasih banyak atas waktunya yang sudah diluangkan untuk interview hari ini! Kalau boleh tahu, kak Aldila saat ini bekerja dimana?


Aldilla: Well, pertama-tama, terima kasih sudah invite aku disini! Sekarang aku kerja di Sircle Collection. Sircle Collection ini adalah perusahaan hospitality, yang mana kami punya a collection of hotels restaurants, clubs and bars diseluruh Eropa, headquarter nya ada di Amsterdam, Belanda, dan di situ juga tempat aku bekerja. 


Bella: Wah, sounds very exciting! Kalau posisi kak Aldila sendiri sebagai apa?


Aldila: Aku bekerja sebagai Privacy Officer and Cyber Security Lead. Mungkin Ini title yang masih belum banyak di Indonesia.

Pekerjaan yang Belum ada di Indonesia!


Bella: Betul, aku juga belum sering dengar. Kenapa begitu, ya?


Aldila: Itu karena di Belanda, atau di Eropa, mereka punya yang namanya Undang - Undang (UU) perlindungan data pribadi, namanya General Data Protection Regulation (GDPR). Hal ini mewajibkan perusahaan-perusahaan di Eropa atau perusahaan luar Eropa yang beroperasi di Eropa, untuk patuh dalam hal mengelola data pribadi. GDPR ini ada sejak tahun 2018, dan di Indonesia juga sudah ada, tapi baru disahkan pada tahun 2022. Nah, UU ini butuh proses untuk pelaksanaannya, mungkin butuh sekitar dua tahun atau lebih di Indonesia sampai banyak posisi seperti aku.


Bella:  Berarti pekerjaan ini adalah futuristic position ya di Indonesia? Memang pekerjaannya sendiri seperti apa kak?


Aldila: Untuk role aku yang pertama, Privacy officer, secara singkat, aku menjadi pengacaranya perusahaan. I'm an in-house lawyer. Di sini aku bertugas untuk memastikan perusahaanku comply dengan undang-undang tadi, ya, GDPR salah satunya. Aku juga mewakili perusahaanku dalam negosiasi dan dalam berinteraksi dengan perusahaan-perusahaan yang lain. 

Terus, in addition to Privacy officer, aku juga punya posisi lain yaitu Cybersecurity Lead, dimana aku memimpin suatu tim di bidang cyber security. Bella: Wah, menarik banget. Aku jadi penasaran tentang latar belakang kak Aldila, nih. Mungkin kak Aldila boleh cerita terkait background pendidikan Kak Aldila?

Asli Anak Hukum!


Aldila: Untuk background pendidikan, yang pertama aku S1 Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, spesialisasiku ada di Hukum Internasional. Kemudian, aku sempat kerja tiga tahun setelah aku lulus, sampai akhirnya aku kuliah lagi di Belanda, Leiden University, dimana aku ambil Law and Digital Technologies.


Bella: Oke, jadi masih satu pipeline ya, jurusan hukum dari S1 sampai S2. Kalau boleh tahu, alasannya apa, kak?


Aldila: Alasannya itu dimulai dari SMA. Jadi, yang awalnya itu ingin masuk either kedokteran atau misalnya jadi arsitek. Tetapi aku gagal masuk IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), karena nilai biologiku terlalu kurang. 

Tapi, untungnya, berkat masuk IPS, aku memulai karir di debat. Disitu aku merasa cocok, dan untungnya aku dapat banyak achievement. Kemudian orang tua aku melihat sepertinya aku punya talent nih di bidang debat. Lalu, mereka merekomendasikan supaya aku kuliah di jurusan hukum aja, karena related sama debat. Karena di debat kita banyak ngomong tentang perdebatan hukum juga, pro and cons. Dan disitu aku juga merasa, “Hmm…ini passion aku deh”. So, at that time memang purely because I'm passionate in debating.



Jatuh Cinta dengan Dunia Debat!


Bella: Wow! Nah, menarik sih. Dari semua jenis ekstrakurikuler (ekskul) yang ada, waktu itu apakah kak Aldila karirnya itu langsung di debat? Atau sempat coba yang lain juga?


Aldila: Waktu SMA sebenarnya sih, aku; dan mungkin banyak yang setuju; banyak dari kita tuh belum tahu apa yang sebenarnya kita mau. Dan waktu itu aku nggak cuma cobain satu ekskul aja. Aku juga coba ekskul lain, seperti paduan suara, tapi gagal tes masuknya. Terus juga aku sempat coba Olimpiade Matematika, tapi juga gagal. Ketika aku coba debat, yang buat aku stay di debat itu adalah: Satu, seru ya lewat berdebat kita bisa melihat suatu hal dari dua sisi. Terus, kedua, ternyata aku merasa aku sangat enjoy lingkungan yang kompetitif. Aku merasa debat membantu untuk berkembang dan dan kompetisi itu addictive in a way. 


Bella: Oke, nah, waktu SMA kan debat nih. Kegiatan ini berlanjut sampai kuliah?


Aldila: Iya, waktu kuliah lanjut juga waktu aku gabung di English Debating Society Universitas Gadjah Mada. Karena aku udah punya pengalaman debat sebelumnya di SMA, jadi aku punya starting point yang lumayan tinggi. Ini adalah competitive advantage tentunya, yang membuat aku lanjut bahkan sampai S2. Waktu di Belanda aku ikut Leiden Debating Union, aku ikut lomba debat di Belanda. Tapi, in addition to debat, aku juga mencoba hal-hal yang lain. 

Kak Aldila di Bali United Asian Debating Championship (UADC)

Yang pertama itu ada moot court juga, aku ikut yang internal, itu untuk fakultas hukum aja. Aku juga sempat ikut organisasi, aku dulu tuh ikut Indonesia Youth Movement itu acaranya UN Habitat juga.

I feel like a blank paper, dimana aku mencoba mencari tahu apakah ada hal yang lain untukku atau enggak, tapi eventually fokusku ketika S1 maupun juga S2 itu ada di parliamentary debate.


Juggling di antara Studi, Lomba, Organisasi dan Social.


Bella: Wah, ternyata banyak juga ya yang kak Aldila lakukan selama kuliah dulu. Memangnya nggak susah untuk lakukan semuanya?


Aldila:  Well, struggle itu pasti ada ya, karena kita semua itu cuma punya 24 jam sehari. Jadi, pasti akan ada yang kita korbankan. I think, first of all, semua orang harus punya mindset, dimana dalam hidup itu kita harus memilih apa yang kamu mau ambil dan apa yang mau kamu lepas. Kita nggak bisa memiliki segala-galanya. Kalau kamu coba untuk mencapai semuanya, pasti semuanya ini nggak akan bisa kamu dapat dengan maksimal. 

Ketika aku kuliah S1, contohnya. Waktu itu aku memang fokusnya itu adalah di debat dan kuliah. Di situ aku harus korbankan masa-masa untuk bersenang-senangnya, jalan-jalannya, pacarannya. Di situ adalah pengorbanan yang aku ambil. 


Selain berkorban, aku juga lumayan disiplin. Dalam artian aku tahu kalau di jam segini, aku harus apa, malam aku harus apa. Sekarang lebih disiplin lagi. Because of Dutch’s working culture. 

Kak Aldila saat lulus S2 dari Leiden University

Bella: Jadi pengorbanan dan disiplin dalam membagi waktu itu sangat penting, ya kak?


Aldila: I think so. Itu juga terjadi ketika aku S2. Di Belanda itu kecenderungannya, terutama mahasiswa Indonesia, ketika musim dingin mereka pasti liburan. Tapi, at that time, aku memang tidak liburan. Waktu itu aku belajar untuk sertifikasi di bidang data protection.


Bella: Memang nggak FOMO kak waktu itu?


Aldila: Pasti ada kok rasa FOMO, terutama lihat teman-temanmu tuh udah have fun full of pictures di Instagram. Tapi harus bisa lihat ini in a bigger picture, it's just a small sacrifice aja, kayak gitu.


Relasi Kegiatan Debat dan Pekerjaan.


Bella: Selama bertahun-tahun dulu ikut debat, sebenarnya ada impact nya nggak sih ketika bekerja?


Aldila: Sangat-sangat membantu! Terutama di bidang confidence level and soft skill. Untuk confidence level, debat membuat kita terbiasa untuk berbicara dengan orang yang bahkan lebih jago daripada kita, dan aku belajar banyak dari orang-orang tersebut, melalui banyak latihan.

Sebagai in-house lawyer di Eropa, aku menjadi lebih pede ketika melakukan negosiasi dengan pengacara-pengacara Eropa lainnya juga.

Untuk soft skill nya sendiri;

  1. Aku belajar dari debat untuk berdamai dengan kegagalan. Dibalik beberapa kemenangan ketika kompetisi debat, aku tuh kalah lebih banyak. Tapi, dari kekalahan itu aku belajar untuk memperbaiki skill debat aku.

  2. Another one adalah tentang menerima feedback. Di debat, setelah lomba, kita tuh selalu minta feedback dari adjudicator, yaitu juri lomba. Kalau ini diaplikasikan ketika bekerja, kita akan terbiasa menerima kritik. Kita akan melihat, “Oh, kritik ini tuh aku butuhkan untuk jadi lebih baik!”

  3. Kerjasama tim juga salah satu hal yang aku pelajari lewat debat, karena bagaimanapun debat ini kan kompetisi antar tim.


 

Jangan Khawatir kalau Bingung dan Belum Menemukan Hal yang Kamu Suka.



Bella: Aku kemudian jadi penasaran dengan sepak terjang awal mula karir kak Aldila. Dulu seperti apa sih kak?


Aldila: Mungkin hampir semua fresh graduate merasa bahwa ketika kamu baru lulus tuh, kamu bingung dan gak tahu apa-apa tentang dunia nyata. Kenapa? Misalnya, dalam kasusku, ketika aku kuliah hukum, aku belajar a bit of everything. Diantaranya belajar sedikit mengenai hukum merger and acquisition, sedikit tentang kontrak, sedikit hukum internasional. 

Kemudian aku itu lulus dengan, you know, just a bit of everything. Tapi, aku tahu bahwa aku butuh untuk menjadi ahli, bukan cuma tahu batas atasnya aja. Sedari kuliah kan aku memang sudah tertarik dengan Hak Asasi Manusia (HAM), dan akhirnya aku memutuskan untuk kerja di NGO, namanya FIHHRST (Foundations for International Human Rights Reporting Standards). Dari sini aku mulai tahu lebih banyak tentang macam-macam pekerjaan di bidang HAM. Lewat pengalaman kerja ini, aku juga bertemu banyak orang, dan belajar mengenai pros and cons macam-macam jenis pekerjaan.


Di FIHRRST ini juga aku mulai ter-expose mengenai hukum dan teknologi. Salah satu kasus yang paling aku ingat waktu itu adalah kasus yang lumayan besar, yang ditangani oleh Founder, Bapak Marzuki Darusman. Beliau merupakan ketua dari UN Fact-Finding Mission di Myanmar, untuk meneliti peran dari Facebook dan perusahaan sosial media terhadap kerusuhan di Myanmar dan Rohingya. Karena mempelajari hal ini aku jadi betul-betul paham dan tertarik tentang relasi teknologi dan hukum.


Bella: Prosesnya lumayan juga ya, kak. Tapi memang penting untuk selalu terbuka, cari tahu dan belajar banyak hal, ya?


Aldila: Betul. Nggak usah takut kalau kamu tuh gak tau apa yang kamu mau. Terutama kalau masih umur 20an Bahkan sampai akhir 20an, awal 30an pun nggak masalah. “It's all okay. Mungkin pekerjaan yang kamu inginkan Itu bahkan belum ada sekarang.”


 

Selanjutnya kemana nih ?


Bella: Oke. Nah, Kedepannya nih Kak Aldila, what's next for you? 


Aldila: Well, to be very honest, aku mau menjadi the best data protection lawyer! 

itu yang aku mau. Tapi, kalau ditanya dimana dan seperti apa, I keep it open. 


Bella: Alright, it’s been such a pleasure learning from you! All the best, kak Aldila!


Aldila: The pleasure’s mine!


 

Catatan Alumnie-id:  Kami mendapatkan insight bahwa untuk menjadi seseorang yang sukses sebagai individu ataupun profesional, memang tidak semudah itu. Harus mencoba banyak hal, gagal, lalu mencoba lagi hingga berhasil. Selanjutnha apa lagi ya? tunggu kelanjutan stories kami ya!




Alum.nie ID Ditulis oleh: Bella Fairuz

Editor: Mahran G Affandi

Assistant Editor: Open AI ChatGPT

Transkrip wawancara: transkrip.id



87 tampilan0 komentar
bottom of page